Bagaimana Auditor Menyikapi Salah-Saji?
Untuk “salah-saji telah diketahui”, auditor diwajibkan—oleh tuntutan profesinya—untuk meminta manajemen perusahaan (auditee) untuk melakukan koreksi terhadap masing-masing item salah-saji. Dalam banyak kasus, perusahaan (auditee) biasanya keberatan untuk memenuhi permintaan tersebut. Jika itu yang terjadi biasanya auditor perlu menjelaskan alasannya—secara terperinci. Jika masih tetap tidak mau, auditor biasanya menyertakan “sangkalan” (disclaimer) dalam opininya.
Sedangkan untuk “kemungkinan salah-saji”, diperlakukan sebagai berikut:
1. Jika berasal dari ekstrapolasi (proyeksi terhadap populasi dari uji secara sampling), maka auditor meminta manajemen untuk meneliti keseluruhan populasi dari mana sample diambil. Populasi ini bisa jadi berupa kelompok transaksi, saldo akun, atau informasi tambahan yang tercatum dalam disklosur laporan keuangan. Tujuan dari permintaan ini agar pihak menajemen perusahaan (auditee) menemukan semua salah-saji yang ada di dalam populasi, tanpa terkecuali—sehingga bisa melakukan koreksi yang diperlukan.
Misalnya:
Dari sample yang ditarik dari data inventory, auditor menemukan kesalahan di beberapa transaksi. Dalam kasus seperti ini auditor akan meminta pihak manajemen untuk melakukan pemeriksaan sendiri, transaksi-per-transaksi, guna menemukan kesalahan-kesalahan lainnya, untuk dikoreksi.
2. Jika berasal dari perbedaan estimasi—antara auditor dengan estimasi perusahaan—maka auditor meminta pihak manajemen untuk meninjau kembali metode dan asumsi yang digunakan untuk melakukan estimasi, termasuk perhitungannya.
Misalnya:
Nilai cadangan kerugian piutang tak tertagih. Bila estimasi perusahaan terlalu tinggi atau rendah dibandingkan dengan estimasi auditor, maka auditor meminta perusahaan untuk meninjau kembali metode pencadangan, asumsi beserta perhitungan yang dijadikan dasar dalam menentukan besarnya cadangan kerugian piutang.
Auditor diharapkan dapat berkomunikasi dengan pihak manajemen perusahaan setelah salah-saji ditemukan, yang manapun typenya. Makin cepat komunikasi dilakukan makin bagus, karena sangat mungkin manajemen membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk memenuhi permintaan auditor. Selanjutnya auditor meminta pihak manajemen melakukan koreksi atau meminta bukti transaksi/data/informasi tambahan. Perusahaan di sisi lainnya, diharapkan mampu (terutama sekali “mau”) menggunakan pertimbangan kualitatif dalam menilai suatu salah-saji—disamping kuantitatif.
sumber:jurnal akuntansi menengah/etika auditor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar