Selasa, 25 Desember 2012

Etika seorang Auditor 4


Mengapa Timbul Salah-Saji Yang Tak Terkoreksi?

Salah-saji, idealnya, dikoreksi—oleh akuntan penyusun laporan keuangan—begitu ditemukan. Tetapi pada kondisi tertentu, salah-saji seringkali dibiarkan begitu saja karena alasan tertentu. Salah satu alasan yang paling lumrah digunakan adalah pertimbangan “materialitas”—salah-saji yang tak terkoreksi dianggap “tidak material”.
Dari sisi penyusun laporan keuangan (entah akuntan internal atau konsultan), pertimbangan ‘material/tidak material’ seringkali dipengaruhi oleh faktor lain, terutama batas akhir penyampaian laporan keuangan (relevansi), disamping keinginan untuk meminimalkan biaya yang timbul dari proses penyusunan laporan.
Mereka yang kebetulan bekerja untuk sebuah perusahaan, saya yakin bisa membayangkan situasi berikut ini:
Setelah ngos-ngosan mengejar batas akhir penyampaian laporan keuangan, tanggl 2 Januari 2013, akhirnya berhasil merampungkan lapora keuangan. Setelah diteliti sekilas, laporan keuangan dikirimkan ke semua jajaran manajemen perusahaan.
Sekembalinya ke meja, penyusun laporan meneiliti kembali item-item yang tersaji dalam laporan keuangan—yang printoutnya sudah dibagi-bagikan ke pihak manajemen, lalu menemukan beberapa kesalahan. Si penyusun laporan berpikir, “Ah.. biarin deh, sudah terlanjur dilaporkan, lagi pula nggak material ini juga”.
Bisa dibilang, konsep “materialitas” mengandung unsur subyektifitas yang tinggi.
Dalam seknario yang lebih parah, sudah banyak terjadi di luar sana, pertimbangan materialitas banyak digunakan sebagai alasan untuk membenarkan pembiaran salah-saji, sejak di awal, bahkan untuk kesalahan yang disengaja. Adalah kenyatakaan bahwa pertimbangan materialitas kerap disalahgunakan—tentunya oleh manajemen yang tidak disadari oleh akuntan.
Persoalan ini penting bagi auditor, tetapi lebih penting lagi bagi akuntan penyusun laporan keuangan. Idealnya, seorang akuntan yangmenyusun laporan keuangan seharusnya tidak mengorbankan akurasi dan keandalan untuk alasan relevansi (ketepatwaktuan). Para akuntan peyusun laporan keuangan, oleh standar, diharapkan mampu menggunakan pertimbangan materialitas secara profesional—tanpa mengurangikeandalan dan ketepatwaktuan laporan.
Tahu harus bersikap apa ketika menumakan salah-saji adalah satu hal penting bagi seorang auditor. Memahami konsep materialitas—yang idealnya lebih mumpuni dibandingkan akuntan penyusun laporan keuangan—adalah hal yang pokok; bagaimana bisa menentukan sikap profesional, ketika menemukan salah-saji, jika tidak tahu batasan materialitas?
Sumber: jurnal akuntansi keuangan/etika auditor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar